Cerita Budi Pekerti
Guo Ju Mengubur Anaknya
Pada masa Dinasti Han Timur, ada seorang putra berbakti yang bernama Guo Ju, nama kehormatannya adalah Wen Ju, kampung halamannya adalah Kabupaten Lin di Provinsi Henan, kemudian oleh karena keluarganya miskin sehingga dia berkelana sampai Kabupaten Qiu di Provinsi Hebei.
Keluarga Guo terdiri dari tiga bersaudara, Guo Ju adalah abang sulung. Ayahanda mereka meninggal dunia dan mewariskan pada mereka sedikit harta benda, tetapi Guo Ju terpikir dia sudah dewasa, memiliki kemampuan untuk hidup mandiri, sementara kedua adiknya masih kecil, masih harus dijaganya, maka itu dia membagi harta warisan menjadi dua bagian kepada kedua adiknya, sementara dirinya sendiri tidak mendapat bagian sama sekali.
Guo Ju bukan saja melepaskan harta benda yang diwariskan ayahanda, bahkan dengan segenap hati menjaga dan menghidupi ibundanya, dapat dilihat bahwa hatinya sedikitpun tidak tertarik pada kekayaan, ketenaran dan keuntungan, merupakan insan yang hidup dengan sederhana.
Hidup di dusun orang lain, suami istri bekerja dengan rajin, bekerja sebagai pembantu, dengan penghasilan yang minim untuk menghidupi ibunda, mengerahkan segenap kemampuan agar ibunda cukup sandang dan pangan. Sementara suami istri itu sendiri sangat berhemat cermat baik dalam makanan maupun pakaian, mengkonsumsi makanan yang kasar, mengenakan pakaian yang ditambal-tambal. Meskipun kehidupan mereka tidak layak, namun tawa ceria tetap memenuhi rumah mereka, sejak pagi hingga malam, dipenuhi kehangatan kasih sayang ibunda dan bakti putranya.
Kemudian anggota keluarga mereka bertambah lagi dengan hadirnya seorang bayi laki-laki, kehidupan semakin tertekan. Guo Ju tetap menempatkan makanan terbaik buat ibundanya. Ibunda Guo Ju sangat menyayangi cucunya, selalu khawatir jika cucunya makan tidak kenyang, pertumbuhannya jadi terhambat, setiap kali Guo Ju menghidangkan makanan buat ibundanya, maka sang nenek akan menikmati makanan tersebut bersama cucunya.
Melihat cucunya begitu lucu, sang nenek rela makan lebih sedikit, namun menyisihkan makanannya buat cucunya. Andaikata Guo Ju dan istrinya menghalanginya, maka si nenek akan beralasan tidak punya selera makan, atau giginya tidak mampu mengunyah, tidak suka makan, pasti harus melihat cucunya menghabiskan makanannya, barulah hatinya merasa puas.
Guo Ju memperhatikan hal ini, hatinya sungguh sakit, dia jadi terpikir kehidupan mereka yang begitu susah, meskipun dia sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk memberikan apa yang terbaik buat ibundanya, sementara makanan yang dipersembahkan buat bunda juga ada batasnya, namun gara-gara bunda terlalu menyayangi cucunya sehingga rela mengurangi porsi makan sendiri, lebih ikhlas dimakan cucunya, sehingga niat baktinya tidak tercapai.
Demi agar ibundanya dapat menikmati hidangan dengan tenang, setiap kali sebelum menyajikan hidangan buat ibunda, Guo Ju akan membiarkan anaknya main-main di luar, dengan demikian barulah si nenek takkan membagi makanannya dengan si cucu.
Tidak jauh dari rumah Guo Ju terdapat sebuah kolam kecil. Suatu hari, anak Guo Ju sedang main-main di luar, karena tidak hati-hati terjatuh ke dalam kolam dan mati tenggelam, setelah mereka menemukannya, anak itu telah menutup mata buat selama-lamanya, mukanya pucat dan tidak bernafas lagi. Istri Guo Ju memeluk anaknya yang sudah terbaring kaku, hatinya begitu sakit dan menangis pilu.
Pepatah berkata, darah daging akan terjalin hatinya, melihat anaknya yang telah meninggal dunia, Guo Ju sangat bersedih hati. Kemudian Guo Ju saat ini yang paling ditakutkannya adalah ibundanya pasti akan merasa sangat terpukul dengan kematian cucunya, dia tahu ibundanya sangat menyayangi cucunya ini, andaikata dalam sekejab memberitahukan bahwa cucunya mati tenggelam, ditakutkan sang nenek tidak mampu menerima pukulan ini, bisa terlampau sedih sehingga merusak kesehatannya.
Guo Ju menahan kesedihannya, berkata pada istrinya : “Anak masih bisa dilahirkan, namun ibunda hanya satu saja, begitu kita kehilangan ibunda, maka selamanya tidak mungkin ada duanya lagi, maka itu jangan sampai membuat ibunda merasa terpukul”. Guo Ju meminta istrinya untuk menahan diri tidak menangis, agar jangan sampai isak tangisnya terdengar ibunda, cepat-cepat menggali lubang untuk mengubur anaknya.
Setelah istri Guo Ju mendengarnya, meskipun dia sangat mencintai anaknya, tidak sanggup mengikhlaskan kepergiannya, namun juga mengeraskan hati pergi membantu suaminya menggali kuburan buat anaknya. Selanjutnya, sepasang suami istri dengan menahan linangan air mata, mulai menggali lubang. Ketika istrinya menggali hingga kedalaman tiga kaki, tiba-tiba muncul bunyi gemuruh, petir menggelegar di angkasa, suara petir yang sempat mengkagetkan orang, ternyata menghidupkan kembali anak kecil yang telah meninggal dunia tersebut.
Setelah anak itu siuman, bersamaan itu pula suami istri menemukan di tepi lubang galian muncul sebuah ceret yang penuh dengan emas, di atasnya ditutupi dengan sehelai kain sutra, di atas kain sutra tertulis : “Putra berbakti Guo Ju, Langit menganugerahkan emas untukmu, baik pejabat maupun penduduk lainnya tidak boleh mengambilnya darimu”. Dapat dilihat bahwa hati dan sikap bakti Guo Ju telah menggugah Langit, Langit membiarkan anaknya hidup kembali, bahkan menganugerahkan satu ceret yang berisi emas untuknya, supaya dia terlepas dari kemiskinan, dapat lebih baik lagi dalam menghidupi ibundanya.
Setelah petir berlalu, Keluarga Guo akhirnya dapat mengubah kesedihan menjadi tawa ria, Guo Ju dapat lebih baik lagi menjaga ibundanya, ibundanya juga dapat menyayangi cucunya, mereka sekeluarga dapat melewati sisa hidup dalam kegembiraan. Dapat dilihat bakti Guo Ju telah menggugah Langit, sehingga dia dapat mengubah petaka menjadi keberuntungan. Hati bakti yang tulus benar-benar dapat mengubah nasib, dapat mengubah keadaan keluarga kita.
Bakti muncul dari sifat alami manusia, merupakan Hukum Alam. Ketika anak kita melihat kita berbakti pada ayahbunda, akan merasakan sukacita yang tulus, membangkitkan semangat untuk meneladaninya. Lagi pula anak yang tahu berbakti pada ayahbundanya, masa depan kehidupan manusia barulah dapat dijalani dengan lancar dan tenteram.
“Berbakti merupakan landasan dari segala kebajikan, dimana semua ajaran bersumber dan berdiri pada landasan ini”, ajaran bakti melampaui segala ruang dan waktu, melampaui batas negara, warisan turun temurun selama beribu-ribu tahun, merupakan inti dari pendidikan budaya Tionghoa, dimana landasan dari pendidikan moral berada. Kisah “Guo Ju Mengubur Anak” tidak hanya baktinya yang mengharukan insani, juga mengembangkan kebijaksanaan kita dalam mendidik anak.
郭巨埋兒
東漢時期,有一位孝子姓郭名巨,字文舉,原籍河南省林縣,後來因為家貧,流落到河北省內邱縣。
郭家有兄弟三人,郭巨是長子,還有兩個弟弟。父親過世的時候留下了一些財產,但是郭巨想到自己已經成年,有獨立生活的能力,而弟弟們還年幼,能力較弱需要照顧,於是就把錢財全部分給兩個弟弟,自己分文不取。郭巨不但放棄了父親留下來的錢財,而且一心一意地贍養母親,可見他的心一點都不貪求富貴名利,是個非常淡泊的人。
在異地他鄉,夫妻二人勤勤懇懇,以幫傭為生,賺取微薄的收入來奉養母親,盡力使母親吃得好,穿得暖。而夫婦倆卻節衣縮食,極其節儉,吃的是最粗陋的食物,穿的是補丁摞補丁的衣服。生活條件雖差,但在菽水承歡的郭家,卻是歡聲笑語不斷,從早到晚,洋溢著母慈子孝的溫馨。
後來,家裡添了個小孫子,生活更加拮据。郭巨依然把所有好吃的東西,統統留給母親享用。郭巨的母親非常疼愛小孫子,總怕他吃不飽,長不大,每一次郭巨奉養母親的食物,老人都會把孫兒叫過來一起分享。看到孫兒那麼可愛,老人寧可自己少吃一些,也要把最好的留給孩子。如果郭巨和妻子阻攔,老人就推說沒有胃口,或者是牙齒咬不動,不愛吃,一定要看著孫兒香香甜甜地吃下去,纔心滿意足。
郭巨看在眼裡,疼在心底,他想到生活這麼拮据,盡最大努力都不能很好地奉養母親,給母親的食物也很有限,卻因為母親這麼喜歡自己的兒子,寧願減少每餐的飯量,也要留給孫子吃,而沒有辦法達到盡孝的心意。為了讓母親安心用餐,每一次給母親呈上食物之前,郭巨一定先讓兒子到外面玩耍,這樣纔不會跟奶奶分食。
離郭巨家不遠,有個小水塘。有一天,郭巨的兒子在外面玩耍,不小心跌到池塘裡溺水死了,等到他們發現的時候,兒子已雙眼緊閉,臉色蒼白,沒有了呼吸。妻子抱著失去知覺的孩子,既心痛,又著急,非常的惶恐,竟號啕大哭起來。
俗話說,骨肉連心,看著死去的兒子,郭巨非常難過。然而郭巨此刻唯恐驚動母親,他知道母親非常疼愛這個孩子,如果一下子知道孫子落水而死的噩耗,恐怕沒有辦法承受這樣大的打擊,會傷心過度而損害身體。
郭巨強忍悲痛,對妻子說:兒子可以再生,母親只有一個,一旦失去了母親,永遠不能復得,所以千萬不要驚動母親。郭巨讓妻子忍住哭泣,不要被母親聽到,趕緊挖坑把小孩給埋葬了。
郭巨的妻子聽後,雖然愛子情深,依依不捨,也只好趕緊去做這件事情。於是,夫妻倆含著眼淚,開始挖坑。當妻子挖到三尺深的時候,突然「轟隆」一陣巨響,半空中打了一聲驚雷,雷聲非常驚人,竟然震醒了昏死的兒子。兒子甦醒過來,同時夫妻倆也看到土坑旁邊多了一釜黃金,上面還蓋著一塊絹布,絹布上寫道:「孝子郭巨,天賜黃金,官不得奪,民不得取。」可見,這是郭巨的孝心孝行感召了天地,上天讓他的兒子復活,並且賜給他一釜黃金,讓他脫離貧窮,能夠更好地奉養母親。
疾雷過後,郭家終於破涕為笑,郭鉅能更好地照料母親,母親也可以含飴弄孫,頤養天年,一家人終於得到往昔的歡樂。可見郭巨的孝心感動天地,使得他轉禍為福,轉凶為吉。至誠的孝心真的可以改造一切的命運,可以改造我們的家庭。
孝出自人類自然的本性,是順乎天道的自然法則。當我們的孩子看到我們孝順長輩,會感到由衷的喜悅,生起學習向往之情。而懂得如何孝順父母的孩子,未來的人生道路纔能走得從容、踏實。
「夫孝,德之本也,教之所由生也。」孝道超越時空,跨越國度,承傳數千年,是中華文化的核心,是德行教育的根基所在。「郭巨埋兒」的故事,不僅孝行感人,也啟發我們學習他教子的智慧。