Cerita Budi
Pekerti
Semoga Paduka
Senantiasa Bijaksana
(Bagian 1)
Musim dingin berlalu musim semi menjelang, saat
seluruh makhluk hidup kembali bergeliat, ada sebuah hari dimana Bangsa Tionghoa
di seluruh dunia akan memperingati para leluhurnya, yang jatuh pada tanggal 5
April setiap tahunnya, yang juga disebut sebagai Festival Qingming (Hari Cheng
Beng). Sehari atau dua hari sebelum Festival Qingming, merupakan Festival
Makanan Dingin menurut budaya tradisi Tionghoa. Selamat Festival Makanan
Dingin, tidak diperbolehkan memasak, hanya makan hidangan dingin, tradisi ini
berasal dari masa Dinasti Jin, yakni kisah mengharukan Kaisar Jin Wen-gong dan Jie
Zhi-tui.
Pada periode antara Chun Qiu (Semi dan Gugur 770-476 SM) dan Negara-negara Peperangan (475-221 SM), selir kesayangan Kaisar Jin Xian-gong, Li Ji, demi agar putranya, Xi,
dapat menjadi penerus tahta, sehingga mencelakai putra mahkota, Shen-sheng,
yang mengakhiri hidupnya sendiri. Adik laki-laki Shen-sheng, Chong’er adalah
insan yang bijak. Demi menghindari maut yang mengancamnya, dalam keadaan
terpaksa, dia membawa lima orang pejabat dan beberapa pengawal lainnya
melarikan diri meninggalkan negerinya, memulai kehidupan berkelana yang penuh
liku-liku selama 19 tahun lamanya.
Ketika Chong’er dan rombongannya tiba di Wulu, dalam kondisi dilanda
kelaparan, mereka terpaksa mengemis di jalanan dusun. Lalu di jalanan ada
seorang penduduk dusun memberi mereka segumpal benda yang tidak mungkin bisa
dimakan, yakni segumpal tanah kuning, Chong’er merasa sangat marah. Kehidupan
berkelana yang harus menahan lapar dan tidur di alam terbuka, merasakan
penderitaan yang meskipun memiliki rumah tetapi tidak boleh pulang, sehingga
berbagai perasaan berbaur berkecamuk di benaknya.
Kemudian Zhao Suai berdiri dan berkata : “Segumpal tanah kuning ini
adalah melambangkan tanah air kita. Langit melimpahkan tugas untuk melindungi
tanah air ini kepada paduka. Segumpal tanah ini seharusnya kita terima dengan
cara berlutut, karena ini merupakan berkah doa dari langit dan bumi kepada Yang
Mulia”. Chong’er memandangi permukaan tanah yang luas tiada batasnya. Tangannya
menggenggam segumpal tanah tersebut, berlutut di atas tanah air negerinya.
Sesampainya di Negeri Qi, Kaisar Qi Huan-gong memperlakukan Chong’er
dengan istimewa, bukan hanya menjodohkan putri sukunya kepada Chong’er, bahkan
memberinya banyak harta benda. Insan yang berkelana di luar, dapat melewati
kehidupan tenang sedemikian, sungguh merasa puas dan bernilai. Malangnya panorama
indah tak berlangsung lama, beberapa tahun kemudian Kaisar Qi Huan-gong
mangkat, di dalam Negeri Qi terjadi pemberontakan.
Chong’er yang mencintai istrinya tidak rela berpisah dan
meninggalkannya. Zhao Suai berunding dengan Jiu Fan, andaikata mereka tidak
meninggalkan tempat tersebut sekarang juga, maka dikhawatirkan petaka akan
menimpa mereka. Setelah istri Chong’er mengetahuinya, maka segera menyarankan
agar suaminya cepat pergi, namun Chong’er merasa berat untuk berpisah, dia
berkata : “Sepanjang hidup manusia dapat melewati kehidupan yang sedemikian
bahagia, apa lagi yang perlu diharapkan? Meskipun bahaya mengintai, saya takkan
meninggalkan tempat ini, saya memutuskan hidup dan mati di tempat ini”.
Istrinya sangat bijak, tiba-tiba dengan muka murka dia berkata : “Anda
adalah seorang pangeran yang karena menghadapi musibah yang melanda negeri dan
keluarga, kemudian melarikan diri dan berkelana hingga tiba di Negeri Qi. Berapa
orang yang sedang menantimu untuk membangun kembali negeri. Dan kini anda malah
demi seorang wanita lemah seperti diriku ini, melupakan tanggung jawab besar
yang harus dipikul, melupakan berapa banyak pejabat dan pengawal yang telah
berkorban demi mendukung perjuanganmu. Hingga diriku juga merasa malu
melihatmu”.
Lalu sang istri berunding dengan Zhao Suai dan pejabat lainnya, agar setelah
membuat Chong’er mabuk, lalu diangkut dengan kereta kuda menempuh perjalanan siang
malam meninggalkan Negeri Qi. Dengan berlinangan air mata, sang istri mengantar
kepergian suaminya, matanya mengikuti bayangan kereta yang membawa rombongan
suaminya, semakin lama bayangan kereta semakin menjauh, hingga akhirnya lenyap
ditelan bumi.
Sebagai pangeran Negeri Jin, Chong’er dengan kebijakan dan moralitasnya
mengumpulkan para pejabat yang masih setia padanya. Dia mendapat bantuan dari Kaisar
Qin, pulang ke Negeri Jin dan menduduki tahta kerajaan, yang kemudian dikenal
sebagai Kaisar Jin Wen-gong.
Setelah Kaisar Jin Wen-gong
bertahta, mengurus pemerintahan dengan bijaksana, mengutamakan kepentingan
rakyat banyak, menjadi salah satu dari “Lima Penguasa Pada Periode Chunqiu”. Rakyat
berterimakasih pada keluhuran budinya memakmurkan dan mensejahterakan negeri. Wen-gong
ingat budi dan tahu balas budi, terhadap para pejabat dan pengawal setia yang
menemaninya berkelana, senang dan susah ditanggung bersama, kini mereka diberikan perlakuan istimewa.
Malangnya Negeri Jin sedang menghadapi ancaman baik yang berasal dari
dalam maupun luar, Kaisar Jin Wen-gong jadi sibuk dan melupakan urusan
menganugerahkan penghargaan, sehingga juga melupakan Jie Zhi-tui yang pulang ke
rumahnya.
但願主公常清明
(一)
割肉奉君盡丹心,但願主公常清明。
柳下作鬼終不見,強似伴君作諫臣。
倘若主公心有我,憶我之時常自省。
臣在九泉心無愧,勤政清明復清明。
(謹以此文,獻給年復一年,緬懷先祖的清明時分。)
在那冬去春來,萬物復甦的時節,有一個中國人共同追念的日子,那就是公曆四月五日前後的清明節。清明節的前一、二日,是中國傳統的寒食節。寒食節禁絕煙火,只吃冷食,這個傳統淵源於,晉文公與介之推等人脣齒相依的感人故事。
春秋戰國時期,晉獻公的寵妃驪姬,為了讓兒子奚齊繼承王位,而陷害太子申生,申生含冤自盡。申生的弟弟重耳,是一位禮賢下士的賢者。他為了躲避殺身的禍患,不得以之下,帶著五位大臣、數位隨從出逃列國,開始了長達十九年的艱難的流亡生活。
當重耳等人走到五鹿之時,飢渴交加,只好在鄉間野路中乞討。然而路上的一位鄉人,送給他們的卻是一把無法食用的、厚厚的黃土,重耳看到之後威怒不已。風餐露宿的流亡生活,與有家難歸的苦難遭遇,使他內心百感交集。
然而此時趙衰站了出來,他說:「這把黃土代表的是我們的國土。護佑這塊土地上的子民,是上天賦予主上的重責。這把土,我們要跪在地上接受它,這是皇天后土恩澤主公的祝福。」
重耳一行,沈痛地凝視著茫茫大地。他手握著這把國土,跪倒在蒼渺的皇天之下。
到了齊國,齊桓公對重耳禮遇有加,不但把宗族的女子許配給他,而且還送他很多財物。漂泊在外的人,能過上這樣安定的生活,實在是彌足珍貴。然而好景不長,數年後桓公過世,齊國又發生了動亂。重耳依戀他的妻子,不忍心離去。趙衰和咎犯商議,再不離開這個是非之地,恐怕是凶多吉少。重耳的妻子得知後,就勸他趕緊離開,重耳卻難捨難分,他說:「人的一生,能過上如此幸福的生活,還有其他什麼好希求的呢?就算有生命危險,我也不會離開這裡,我注定要和此地共存共亡。」
深明大義的妻子,此時表情凝重地對他說:「您是一國的公子,面臨國與家的深重災難,睏頓逃亡而來到齊國。多少的人都期待著你,重振家國的基業。而今,你卻為了我一個孤弱的女子,忘卻了身負的重責,忘卻了多少賢臣良相為你出生入死那深重的恩德。連我都為您感到羞愧啊。」於是妻子和趙衰等人密謀,把重耳灌醉了之後,日夜兼程地趕著車子,把他送離齊國。妻子含著淚,目送丈夫一行遠行而逝,消失在遼遠的天際之中。
身為晉國的公子,重耳以他的賢德昭名於諸侯間。追隨他的幾位忠心耿耿的賢臣,也被時人稱為德才足以輔國的「國相」與「國器」。十九年後,公子重耳得到秦君的幫助,回到晉國繼承了王位,這就是著名的晉文公。
晉文公即位之後,勤政清明,勵精圖治,德政澤及百姓,成為了春秋五霸之一。他把國家治理得很好,子民都感戴他的恩惠。文公知恩圖報,對曾追隨他飄泊在外,同甘共苦的功臣們,給予豐厚的封賞。他賞罰分明,以「導以仁義,防以德惠」為上賞,以輔佐國政、出外征戰為次賞。然而還沒有封賞完,晉國遭遇到了新的內懮與外患,晉文公無暇顧及封賞之事,歸隱在家的介之推就這樣被遺忘了。