Cerita Budi
Pekerti
Yun Chang Memakamkan
Gurunya
Yun Chang hidup pada masa Dinasti Han, nama
kehormatannya adalah You Ru, dia berguru pada seorang guru ternama, Wu Zhang,
mempelajari Ajaran Konfucius, sangat menghormati gurunya. Wu Zhang merupakan
doktor dari “Shang Shu Jing” (Buku sejarah Tiongkok dari zaman legendaris hingga
zaman Konfusius), murid-murid yang mengikutinya ada sebanyak lebih dari seribu
orang.
Akhir periode pemerintahan Dinasti Han Barat, Wang
Mang merebut kekuasaan dan memerintah dengan cara diktator, sehingga mengundang
ketidakpuasan dari baik kalangan petinggi kerajaan maupun rakyat biasa. Dia
menagih pajak dengan paksaan dan melakukan pemerasan, menjalankan hukum dengan
perlakuan kasar, sehingga rakyat harus membayar pajak yang memberatkan dan
menjadi budak militer.
Dia meracuni Kaisar Han Ping hingga tewas, lalu
mengangkat diri sendiri menjadi kaisar, selalu memprovokasi wilayah kekuasaan
Suku Xiongnu (suku pengembara) dan mengobarkan peperangan antar suku-suku di
wilayah timur, utara, barat dan selatan. Ketidakpuasan orang-orang terhadapnya
makin hari makin meningkat.
Wang Mang merebut tampuk kekuasaan, memaksa
ibunda dari Kaisar Han dan permaisuri melarikan diri dan tinggal di pegunungan,
tidak diperbolehkan masuk ke ibukota bertemu kaisar. Putra sulung Wang Mang,
Wang Yu tidak sejalan dengan ayahnya.
Teringat akan ucapan
Konfucius bahwa usaha membela kebenaran ada pada diri sendiri, bukan malah
mengandalkan orang lain, maka itu Wang Yu memutuskan untuk membusungkan dadanya
melangkah ke depan demi menegakkan keadilan bagi rakyat negerinya. Dia pergi
memohon bimbingan dari gurunya Wu Zhang, berunding bagaimana caranya untuk
menghentikan berbagai kejahatan Wang Mang. Menurut Wu Zhang, Wang Mang kini
sedang melakukan kejahatan tanpa penyesalan, bertindak semaunya, lagi pula
tampuk kekuasaan sedang berada dalam genggamannya, dia tidak mungkin sudi
menerima nasehat dari siapapun.
Dia bertindak sangat
kejam, tidak memiliki hati nurani, juga suka percaya pada aliran sesat, percaya
tanpa keraguan terhadap makhluk halus dan kegaiban. Maka itu mereka menemukan
akal dari situasi ini, membuat hal-hal gaib untuk menakuti-nakuti Wang Mang.
Lalu mengikuti gaya bicara aliran sesat, mengatakan bahwa rakyat telah
memberontak terhadap dirinya dan kerabatnya mulai menjauhi dirinya, Langit dan
manusia marah padanya, hingga Langit akan menjatuhkan petaka pada dirinya,
sejak itu memaksanya agar turun tahta, sehingga memutuskan kegelisahan di
kemudian hari.
Wang Yu merasa cara ini
sangat bagus, maka itu dia mengutus Lu Kuan memikul seember darah, pada tengah
malam yang sunyi senyap, saat seluruh penghuni istana telah terlelap, menyiram
darah tersebut ke pintu gerbang kediaman Wang Yu. Seolah-olah meninggalkan
perintah dari setan, agar dia melakukan introspeksi diri, jangan lagi melakukan
kejahatan, membunuh orang yang tak berdosa. Namun malangnya tindakan Lu Kuan berhasil
diketahui pengawal ronda malam, sehingga misteri ini segera terbongkar. Wang
Mang yang tidak memiliki hati nurani, bukan hanya menghabisi nyawa putra
kandungnya sendiri, bahkan terhadap menantu perempuannya yang sedang hamil,
juga diracuninya.
Bukan hanya demikian
saja, bahkan Wang Mang juga menghabisi keluarga pemaisuri, sehingga korban
akibat insiden ini mencapai lebih dari seratus jiwa. Sebagai pemimpin para
pelajar Ajaran Konfucius, Wu Zhang yang senantiasa memikirkan moralitas dan
juga demi kebaikan Wang Mang, menggunakan nyawa sendiri sebagai taruhannya,
menulis sebuah pernyataan terakhirnya, tanpa gentar berani mempertaruhkan nyawa
demi membela kebenaran, akhirnya juga tak luput dari kekejaman Wang Mang. Wang
Mang mengutus orang untuk memotong tubuhnya.
Konfucius berkata bahwa apakah
setitik kebenaran itu jauh dari kita? Asalkan saya menjalankan kebenaran, maka
kebenaran itu akan segera terwujud. Seorang terpelajar yang berani mengemukakan
aspirasinya, Wu Zhang yang sepanjang hidupnya mendukung Ajaran Konfucius, telah
membuat penjelasan terindah dari berbagai syair dan puisinya.
Wu Zhang merupakan
seorang konfusian besar, memiliki murid yang lebih dari seribu orang. Wang Mang
menganggap mereka adalah orang-orang yang sepaham, sehingga semuanya harus
dipenjarakan dan tidak memperbolehkan
ada pejabat istana yang terkait dengan kelompok mereka.
Siapapun mengetahui
kebiadaban Wang Mang, hingga anak kandung sendiri juga dihabisi nyawanya,
kejahatan apa lagi yang tidak berani dilakukannya! Maka itu demi menghindari
petaka dan melindungi masa depan diri sendiri, murid-murid Wu Zhang menutupi
jati dirinya, malah mengaku bahwa sejak awal sudah berguru pada orang lain,
sejak dulu sudah tidak berguru lagi pada Wu Zhang.
Saat itu Yun Chang
sedang menjabat sebagai menteri pendidikan, namun kematian gurunya membuatnya
sangat bersedih dan memilukan. Terbayang akan gurunya yang pengasih dan tanpa
mengenal lelah memberikan pelajaran, jalinan kasih antar guru dan murid yang
bagaikan ayah dan anak ini, setiap ucapan dan prilaku guru terus bermunculan
memenuhi ingatannya. Sepanjang hidupnya, guru mematuhi moralitas dan kebenaran,
memberikan teladan dalam bentuk tindakan nyata, selamanya hidup dalam sanubari
setiap muridnya, meskipun pudar dimakan waktu namun selamanya takkan hilang
dari ingatan. Yun Chang membulatkan tekadnya, demi guru junjungannya, tanpa
gentar dia melangkahkan kakinya pergi mengurus pemakaman gurunya.
Saat itu badai dan hujan
sedang menerpa, dalam situasi politik yang sedang bergejolak, sewaktu-waktu
nyawanya dapat berakhir di ujung pedang, sepanjang jalan Yun Chang menangis
sambil berlutut hingga sampai di hadapan jasad gurunya yang mulai membusuk dan
sudah tidak utuh lagi, seketika hatinya merasa remuk dan hancur lebur. Dia
menjerit, menjerit bahwa dirinya adalah murid Wu Zhang, tangisan pilunya
melukiskan betapa kerinduan hatinya pada sang guru, dengan penuh kehati-hatian
dia menyatukan potongan demi potongan bagian tubuh gurunya lalu dibungkus
dengan baik, melindunginya dalam pelukannya, kepiluan yang telah berubah
menjadi kebisuan, dengan tetesan air mata yang bagaikan gerimis membasahi sepanjang
jalan, perlahan menapaki selangkah demi selangkah menuju jalanan pulang ke
rumah.
Dia tidak merasa gentar
ketika seluruh manusia di bawah kolong langit ini mengetahui bahwa dirinya
adalah salah seorang murid Wu Zhang, dia tidak takut dikatakan sebagai ketua
komplotan yang dianggap jahat dan terlarang, dia hanya tahu bahwa gurunya yang
selama ini mematuhi dan mempertahankan moralitas dan kebenaran hingga ajal
menjemputnya, dan dirinya sendiri sepanjang hidup selalu mengamalkan apa yang
diajarkan oleh gurunya.
Yun Chang mengurus
upacara duka menuruti tata krama seorang murid pada gurunya, dengan penuh khidmat memasukkan jasad
gurunya ke dalam peti mati dan mengkebumikannya. Tangisan pilunya telah
mengguncang daerah sekitarnya, sehingga penduduk ibukota jadi menaruh perhatian
pada peristiwa tersebut. Jenderal Wang Shun sangat terharu oleh tindakannya. Dia
memuji kesetiaan Yun Chang, sehingga mempromosikannya menjadi menteri urusan
negara. Dengan alasan sakit, Yun Chang menghindari jabatan tinggi tersebut,
lalu mengasingkan diri dan menghabiskan sisa hidupnya di rumah.
Sejak ribuan tahun yang lalu,
Yun Chang telah menjadi teladan kesetiaan. Saat situasi sosial dan politik
dalam kondisi bijaksana, insan terpelajar masih boleh menjadi pejabat resmi,
namun ketika situasi sosial dan politik bergejolak, maka harus tahu
mengundurkan diri. Kegigihan seorang terpelajar dalam membela kebenaran akan
jelas terlihat saat menghadapi saat-saat kritis dan dibawah ancaman bahaya,
tanpa gentar menunaikan kewajiban yang harus dimiliki oleh setiap manusia
seutuhnya.
滄浪之水濁兮
— 雲敞葬師
漢朝雲敞,字幼儒,平陵人,他師從一代名儒吳章學習儒學,對老師非常地尊敬。吳章是《尚書經》的博士,追隨他求學的學生達一千多人之多。
西漢末年王莽專政,引起全國上下的不滿。他橫征暴斂,刑罰嚴苛,給百姓攤派了繁重的賦稅和徭役。他毒死漢平帝,自稱帝王,他濫加封賞,又不斷挑起對匈奴地區,以及東北西南各族的戰爭。人們對他的不滿情緒日漸高漲。
王莽篡政,逼令漢朝皇帝的母親以及皇后外家留住中山,不得到京師來面見皇上。王莽的長子王宇深表不平。想到孔子所說的「為仁由己,而由人乎哉」,王宇決定挺身而出,仗義執言。他去向他的老師吳章求教,商討如何能夠遏止王莽的種種惡行。吳章認為,王莽此時怙惡不悛,一意孤行,而且又大權在握,他是無法聽得進任何人的規勸的。他做事狠戾凶殘,不循從道德良心做事,而且又喜歡裝神弄鬼,對鬼神靈異的那些神神怪怪的說法深信不疑。所以不如就順水推舟,搞一些鬼怪的神異事件來嚇唬嚇唬他。再套用那些歪理邪說,說明他已經眾叛親離,天怒人怨,連上天都將要降下大禍於他,從而逼他退位,永絕後患。
王宇覺得這個辦法很好,於是就派呂寬提著一桶血,在半夜三更四下無人的時候,把紅慘慘的血水潑灑在王莽的大門上。仿佛是鬼神留下的誥諭,希望他迷途知返,不要再為非作歹、濫殺無辜。然而呂寬的行為,卻被守夜的門衛查知,事情很快就敗露了。喪盡天良的王莽,不但親手害死了自己的兒子,而且對懷有身孕的兒媳,也痛下了毒手。
不但如此,王莽還誅殺了皇后的娘家衛氏家族的族人,並借機鏟除異己。在這次事變中,被無辜害死的人達一百多人。身為儒林領袖,吳章為他常懷於心的道德節義,用生命的代價,寫下了最為重要的一筆,他威而不屈坦然就義,最終被王莽下令施以酷刑。殘忍至極的王莽派人將他的肢體一節一節地割下,腰斬於東市門外。孔子說:「仁遠乎哉?我欲仁,斯仁至矣。」讀書人敢為天下先的志節,正是吳章對奉持一生的儒家之道,所作出的美壯絕倫詩篇般的註解。
吳章是一代大儒,追隨他的弟子達一千餘人之多。王莽認為他們全都是同黨同夥的惡人,要全都禁錮關押起來,其中更不允許有任何人留在朝廷中做官。誰都清楚王莽的作派,連自己親生兒子都敢痛下毒手的人,還有什麼事情做不出來!為了躲避突如其來的橫禍,也為了繼續保有仕途上的光明前程,吳章的學生們開始在朝野中,公然宣稱自己不是吳章的學生,而早已師從其他某某人,早就不在吳章門下了。
當時雲敞官居大司徒掾,老師的慘死使他悲傷欲絕。每每想起老師深切的愛護和不倦的教導,那師徒如父子般至親至愛的天倫之情,和老師那道義浩然的舉手投足、一言一動,不住地在他的腦海中盤旋蕩漾。老師終其一生守仁守義直到盡處,他篤行不怠的言傳身教,長長遠遠地活在了學生的心中,縱使歷經歲月流逝也永遠都不會消失。雲敞決心挺身而出,為最為敬愛的老師,謹守為人學生的一點微不足道的情義。
當時正值風雨飄搖、局勢動蕩的劍拔弩張之時,雲敞一路哭號跪拜著來到老師體無完膚的屍首前,肝腸欲碎。他大呼著自己就是吳章的學生,他悲切的哭聲蘊含著對老師至深的追念,他將老師的屍首一塊一塊小心翼翼地包好,護在自己的懷中,泣不成聲舉不成步地哭號著回去。他不畏懼天下的人都知道他是吳章的學生,他不畏懼自此而後他就是沖在最前方的惡黨與罪魁,他只知道老師堅守仁義直到盡處,而他自己終生實踐的正是老師最深切的教誨。
雲敞公然按照師禮把老師的屍首斂棺而葬,他悲切的哀號之聲傾動了朝野,使整個京師的人都為之矚目。車騎將軍王舜被他的義行深深感動了,他贊美雲敞就如同欒布一樣地有情有義,並推薦他為中郎諫大夫。雲敞屢屢以生病為由,避隱在家終老餘生。
千百年來,雲敞成為了學生承事老師,忠義絕倫的典型模範。曾經有一首古老的謠諺這樣地寫道:「滄浪之水清兮,可以濯我纓,滄浪之水濁兮,可以濯我足。」這正是說,政治清明的時候,讀書人可以振纓而仕,到了亂世之世,則可以抗足而去。孔子說:「三軍可奪帥也,匹夫不可奪志也。」讀書人堅勇的志節,往往正是在力敵萬夫的危難關頭,表現得甚為壯烈,他堅韌不屈、堅忍不拔,一直把為人應有的道義盡到了極處。