Cerita Budi Pekerti
Su Wu Menggembalakan Domba
(Bagian 2)
Namun sayangnya pemandangan indah selalu saja
berlangsung tidak lama, tiga tahun kemudian Raja Jian wafat, dan sejumlah
makanan dan harta benda Su Wu yang digunakan untuk bertahan hidup malah dicuri.
Akhirnya dia harus kembali menjalani kehidupan sengsara seperti dulu lagi.
Kehidupan tersiksa berlalu lagi selama lima
tahun, Chan Yu mengutus Li Ling pergi menasehati Su Wu agar menyerah. Li Ling
merupakan cucu dari Jenderal Li Guang dari Dinasti Han, juga merupakan seorang
jenderal pemberani di medan perang, sejak menyerah dan takluk kepada Kaum
Xiongnu, dia tidak berani bertatap muka dengan Su Wu, kepribadian Su Wu
membuatnya merasa bersalah dan malu. Namun kali ini adalah perintah dari Chan
Yu, akhirnya dengan terpaksa dia harus menebalkan muka pergi bertemu Su Wu.
Dengan tulus Li Ling menasehati Su Wu : “Di
tempat yang tak berpenghuni ini mana ada lagi kata setia? Siapa yang dapat
menemukan kesetiaanmu? Harapan untuk kembali ke Dinasti Han adalah mustahil,
hidup ini sangat singkat, bagaikan embun, buat apa anda bersikeras menjalani
siksaan di tempat begini?”
Su Wu menghela nafas panjang lalu berkata:
“Kesetiaan seorang pejabat pada kaisarnya, adalah serupa dengan bakti seorang
anak pada ayahbundanya, merupakan kewajiban yang mendasar dan alami, seorang
anak demi membalas budi ayahbundanya, meskipun harus mati juga tak perlu
disayangkan, apalagi siksaan yang tak seberapa ini. Saya dan ayahku mengabdi
pada Dinasti Han, negara telah memberikan pada kami budi yang besar, kami
takkan selesai membalasnya. Hari ini meskipun harus berkorban demi negara,
hatiku juga rela dan ikhlas, mohon jangan menasehatiku lagi”.
Setelah mendengar ucapan Su Wu, beragam perasaan
berkecamuk di hati Li Ling, airmata memenuhi pelupuk matanya, dia memuji Su Wu
sebagai seorang ksatria sejati, sebaliknya terhadap pembelotannya, dia merasa
sangat menyesalinya. Setelah pulang kembali, dia mengantar beberapa puluh ekor
kerbau dan kambing, dengan harapan dapat memperbaiki taraf hidup Su Wu.
Tidak lama kemudian Kaisar Wu mangkat, saat Li
Ling menyampaikan berita duka ini, wajah Su Wu memperlihatkan kesedihan
mendalam yang begitu menyayat, hatinya hancur lebur. Dia menghadap ke arah
selatan, menjatuhkan diri dan bersujud ke tanah, dengan suara keras dia
menangisi kepergian kaisarnya, seiring itu darah segar mengalir keluar dari
mulutnya, menetes membasahi permukaan tanah. Sejak itu setiap hari dia
menangis, siapapun tidak sanggup menasehati dan menghentikannya.
Bertahun-tahun kemudian, Dinasti Han dan Kaum
Xiongnu memulai babak baru menjalin perdamaian, akhirnya Su Wu dapat pulang
kembali ke kampung halamannya, Li Ling meneteskan airmata kebahagiaan,
mengantar Su Wu hingga bayangannya sudah tak tampak lagi.
19 tahun yang lalu, rombongan yang dibentuk
untuk membawa misi perdamaian, kini hanya tersisa 9 orang, membawa luka hati
yang mendalam, menapaki jalanan pulang ke kampung halaman.
Sampai di ibukota, Su Wu berlutut di hadapan
makam Kaisar Wu, kaisar penerus yakni Kaisar Xuan memberikan perlakuan terbaik
buat Su Wu, kemudian menganugerahkan gelar kehormatan kepadanya. Su Wu
membagi-bagikan harta benda yang diperolehnya kepada keluarga, kerabat dan
sahabat lamanya, sementara dirinya sendiri tidak menyisakan apapun. Istrinya
telah menikah dengan orang lain, sementara putranya mati di penjara, sedangkan
dia sendiri, rambutnya sudah memutih semuanya. Su Wu telah memperoleh
penghormatan dari seluruh rakyat, tidak hanya di Dinasti Han, namun juga dari
negeri Kaum Xiongnu, juga telah memenangkan penghormatan dari orang Kaum
Xiongnu.
Bapak Xu Zhi-jing berkata, semangat dan
kesetiaan Su Wu adalah merupakan tunggal satu-satunya, takkan ada duplikatnya,
kecemerlangan sepanjang masa. Bayangkan dalam musim dingin membeku di lautan
utara, kehidupan membutuhkan sandang, pangan dan papan, namun Su Wu tidak
memiliki apa-apa, bagaimana mungkin dia bisa bertahan hidup? Tetapi dia bukan
saja selamat, bahkan sekali menetap melewati 19 tahun lamanya, bukankah ini
adalah berkat kesetiaannya sehingga menggugah langit dan bumi, memperoleh
perlindungan dari Dewa? Atau boleh disimpulkan bahwa kekuatan yang berlangsung
tak terputus ini, adalah hawa kebenaran yang terpancar dari lubuk hatinya.
Konfucius berkata bahwa kehidupan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi
setiap insan, namun ada lagi yang lebih bernilai, yakni kebajikan. Oleh karena
itu lebih baik mengorbankan nyawa sendiri demi melindungi kebajikan.
蘇 武 牧 羊
《德育故事》白話解
(二)
但是好景不長,三年之後於靬王過世,而蘇武賴以生存的這些財物卻全部被偷走了。又回復到從前那種艱苦不堪的日子。
艱辛的日子又過了五年,單於派李陵來勸蘇武投降。李陵是漢朝李廣將軍的孫子,也是一位驍勇善戰的將軍,他在投降匈奴之後,一直都不敢去拜見蘇武,蘇武高尚的人格,始終令他感到自責和羞恥。而這次受命於單於,他只好硬著頭皮去。
李陵懇切地勸他說:在這種沒有人煙的不毛之地,哪裡有信義可言?有誰見得到你的信和義,忠與貞呢?回到漢朝的希望太遙遠、太渺茫了,人生那麼短暫,就像朝露一樣,你究竟是何苦呢?
蘇武長嘆了一口氣說道:做臣子的忠於他的君王,就如同做兒子的孝順他的父母一樣,是天經地義的事情,兒子為了報答父母,就算是死了都在所不惜,更不要說這樣的一點折磨了。我和父親受封於朝廷,國家曾經給予我們非常優厚的恩寵,朝廷的深恩大德是我報答不盡的。今天就算是為國家犧牲,赴湯蹈火、我都心甘情願,請你不要再勸我了。
李陵聽了之後百感交集,一時悲從中來,痛哭流涕,他贊美蘇武是一位真正的義士,並對自己的苟且偷生悔恨不已。回去之後,他送來了幾十頭牛羊,希望能改善蘇武的生活。
不久之後,漢武帝駕崩了,當李陵把這個消息告訴他的時候,蘇武滄桑的臉上乍現出深切的痛苦。他面向南方,撲倒跪地,放聲痛哭,鮮血順著嘴角流在了地上。從那以後,他終日悲慟的哭泣,誰都勸他不了。
數年之後,漢朝跟匈奴開始和親了,蘇武終於能夠回到故鄉,李陵流著淚,目送他消失在萬里黃沙中。十九年前由一百多人組成的聲勢浩大的使團,現在只剩淒冷的九個人,懷著無盡的傷感,踏上返鄉的道路。
他回到京師,奉上太牢,淚流滿面地拜謁了漢武帝的陵墓。朝廷有感於他的志節,給了他非常優厚的待遇,後來宣帝封他為「關內侯」。蘇武把財產全部分送給親朋、故舊,自己什麼都沒有留下。他的妻子已經改嫁,兒子因被連坐而死,而他自己也已經白髮蒼蒼了。
蘇武得到了天下人對他的敬仰,不但是在漢朝,在匈奴這樣的國家,也贏得了匈奴人的尊敬。
許止淨先生說,蘇武的忠義精神真的是空前絕後、光耀千古。想想看,在冰天雪地的北海中,生活所需要的「衣食住」是一無所有,他怎麼可能活得下去呢?可是他不但安然無恙,而且一住就是十九年,這豈不就是因為他的忠誠和節義感動了天地,而得到鬼神冥冥當中的呵護嗎?或者說,這種綿延不絕的力量,正是源於他心中生生不息的浩然正氣。
孔子說:「志士仁人,有殺身以成仁,無求生以害仁」,又說:「使於四方,不辱君命」,這正是蘇武最最真實的寫照。